Jakarta – Sebut saja “Bunga”bukan nama sebenarnya, penyitas vaginismus yang membagikan kisahnya. Bunga mengaku sering kesakitan saat berhubungan seksual. Awalnya Bunga dan suaminya berpikir ini hal yang normal, bahkan bunga mengira Ia kurang rileks saat berhubungan seksual, namun dari hari ke hari saat melakukan hubungan seksual, Bunga mengalami sakit pada vagina yang tak tertahankan.
“Kalau mau melakukan hubungan seksual, sakit banget. Vagina saya seperti menolak,” tutur bunga dilansir dari bbc.com, Senin (13/11/2023).
Menyadari kondisi tersebut, seorang teman lantas menganjurkan Bunga dan Suaminya berkonsultasi secara virtual dengan dokter Spesialis Ginekologi dan Obstetri. Dari situlah Bunga menyadari dirinya terdiagnosa vaginismus.
Dilansir dari siloamhospitals.com, oleh Tim dokter Spesialis Ginekologi dan Obstetri menjelaskan, vaginismus adalah kondisi medis yang terjadi ketika otot vagina menegang dan mengencang secara tidak sadar atau tidak sengaja saat ada sesuatu yang memasukinya. Kondisi ini dapat menimbulkan rasa nyeri dan tidak nyaman saat penderitanya sedang berhubungan seksual, memasang tampon ke dalam vagina, ataupun menjalani pemeriksaan pap smear.
Vaginismus dikelompokkan menjadi empat jenis utama, yaitu vaginismus primer, sekunder, global, dan situasional.
Penyebab vaginismus sampai saat ini belum diketahui, namun para ahi menduga, kondisi ini dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya, ketakutan terhadap kehamilan, ketakutan untuk melakukan hubungan seksual, trauma akibat pemerkosaan atau pelecehan seksual, terdapat infeksi di sekitar organ reproduksi, seperti infeksi jamur atau infeksi saluran kemih, pernah menjalani prosedur operasi kandungan, pernah menjalani perawatan radioterapi di bagian panggul, menopause yang membuat vagina menjadi kering dan tidak elastis.
Adapun cara mengatasi vaginismus, yaitu edukasi dan konseling, psikoterapi, vaginal dilator theraphy, mengkonsumsi obat topical.
Penderita Vaginismus rentan terhadap gangguan Psikis (sub judul)
- Robbi Asri Wicaksono, SpOG dalam satu wawancara mengatakan, vaginismus bukanlah kelainan pikiran, melainkan masalah fisik pada vagina pasien. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan jika masalah psikis memainkan peran dalam meningkatkan risiko dari hambatan penetrasi vagina, seperti yang dilaporkan berbagai jurnal ilmiah.
“Bagi saya dari literatur ilmiah yang saya punya, yang saya jadikan referensi, dan dari pengalaman saya menangani pasien-pasien, ternyata vaginismus bisa menyebabkan masalah psikis,” ucap dr. Robbi dilansir dari hellosehat.com
Pendiri Komunitas Pejuang Vaginismus, Dian Mustika membenarkan, stigma yang berujung trauma psikis pada perempuan saat menerima komentar perempuan gagal melayani suam, itu sering dialami penderita.
“Selalu perempuannya yang disalahkan, selalu kita yang menjadi korban. Karena ada mindset, perempuan itu harus melayani suami. Dan melayani itu kenapa mindsetnya selalu ke hubungan seksual ?!,” kata Dian yang mendirikan Komunitas Pejuang Vaginismus
Dian juga menyebutkan, trauma psikis dialami oleh semua pengidap vaginismus dengan kadar yang berbeda-beda. Di antara mereka bahkan ada yang kehilangan hasrat seksualnya dan ketakutan memulai pengobatan. Namun yang terburuk menurut Dian, ketika vaginismus ini merusak keutuhan rumah tangga.
“Kita itu bukan tidak mau melayani suami, tapi memang kita nggak bisa. Bukannya disupport untuk sembuh tapi malah ditinggalin begitu saja. Itu yang menurut aku terburuk,” kata Dian yang juga seorang penyintas vaginismus. (jm/pr)
Tinggalkan Balasan