Fakfak – Tanggal 1 Mei setiap tahun diperingati sebagai hari bersejarah bagi bangsa Indonesia: kembalinya Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi. Peristiwa ini tidak bisa dilepaskan dari dinamika sejarah panjang, mulai dari Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 hingga Operasi Trikora yang dilancarkan Indonesia pada 1961.

KMB menyepakati penyerahan kedaulatan Hindia Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, namun wilayah Irian Barat masih menjadi sengketa dan dijanjikan akan diselesaikan dalam waktu satu tahun. Sayangnya, sejak 1954 Belanda menutup pintu perundingan secara sepihak. Situasi ini memaksa Indonesia mengambil langkah militer untuk memperjuangkan haknya atas wilayah tersebut.

Pada Agustus 1960, Indonesia secara resmi memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda. Di waktu yang hampir bersamaan, Indonesia mulai menerima bantuan militer dalam jumlah besar dari Uni Soviet, yang memperkuat posisi Indonesia sebagai kekuatan militer yang disegani di kawasan.

Namun dukungan dunia internasional masih terpecah. SEATO, pakta pertahanan yang berafiliasi ke Barat, cenderung mendukung posisi Belanda. Amerika Serikat pun berada dalam posisi dilematis: mendukung Indonesia namun juga ingin menjaga harga diri sekutunya, Belanda. Presiden John F. Kennedy mendukung integrasi Irian Barat ke Indonesia, namun berupaya mencari jalan tengah melalui perundingan damai.

Pada 19 Desember 1961, Presiden Sukarno mencanangkan Tri Komando Rakyat (Trikora) dan membentuk Komando Mandala di bawah pimpinan Mayor Jenderal Soeharto. Aksi militer dimulai, disertai kontak senjata di lapangan. Di sisi lain, upaya diplomatik juga terus dijalankan, termasuk perundingan rahasia di Middleburg, Virginia, Amerika Serikat, pada Maret 1962 antara Dubes RI Adam Malik dan Dubes Belanda Herman van Roijen.

Meski sempat menemui jalan buntu, tekanan dari Presiden Kennedy dan Sekjen PBB U Thant mendorong kedua pihak melanjutkan dialog. Perundingan dipindahkan ke Washington pada Juli 1962 dan akhirnya mencapai kesepakatan pada 15 Agustus 1962 di Markas Besar PBB, New York. Kesepakatan ini mengatur proses transisi kekuasaan dari Belanda kepada Indonesia melalui pengawasan PBB.

Pada 1 Oktober 1962, bendera Belanda diturunkan dan digantikan oleh bendera PBB. Akhirnya, pada 1 Mei 1963, bendera PBB pun diturunkan, dan Sang Merah Putih berkibar secara penuh sebagai lambang kedaulatan Indonesia di wilayah Irian Barat.

Ali Hindom, S.Pd., mantan Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Fakfak, Papua Barat, turut mengenang momen penting ini. Meski saat itu baru duduk di bangku kelas dua sekolah dasar, ia menyaksikan langsung atmosfer perjuangan dan perubahan besar di tanah kelahirannya.

“Saya mengajak masyarakat di kampung-kampung, di pegunungan, di pulau-pulau, agar tidak mudah terprovokasi. Jangan kita korbankan persatuan. NKRI sudah harga mati, sampai kita mati,” tegas Ali Hindom kepada PrimaRakyat.com di kediamannya, Jumat (2/5/2025).

Ia juga mengajak seluruh pihak, terutama pemerintah dan pendidik, untuk meluruskan dan menghidupkan kembali sejarah 1 Mei kepada generasi muda.

“Mereka harus memahami bahwa apa yang kita miliki hari ini adalah hasil perjuangan panjang dan berdarah. Nasionalisme tidak boleh padam,” ujarnya. (st/pr)

Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di: