Nabire – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Papua Tengah mengungkap temuan awal dugaan penyimpangan keuangan bernilai miliaran rupiah di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nabire.

Temuan ini berasal dari hasil audit atas pengelolaan anggaran tahun 2024 yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta pendapatan pihak ketiga, seiring status RSUD sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Kepala BPK Papua Tengah, Subagyo, menjelaskan bahwa pihaknya menemukan aliran dana dari pihak ketiga sebesar Rp3,5 miliar yang masuk ke rekening RSUD Nabire tanpa dilengkapi dokumen pertanggungjawaban.

“Dana tersebut langsung masuk ke rekening rumah sakit, namun tidak ada laporan resmi terkait penggunaannya. Kami telah meminta agar dana tersebut dikembalikan ke kas RSUD, dan bendahara menyatakan kesediaannya,” ujar Subagyo, dikutip dari detikpapua.com, Jumat (6/6/2025).

Tak hanya itu, BPK juga menemukan indikasi kelebihan pembayaran honor pegawai serta tagihan listrik yang dicatat ganda baik melalui dana APBD maupun pendapatan layanan masyarakat. Praktik tersebut dinilai sebagai pelanggaran terhadap prinsip akuntabilitas keuangan.

“Pengeluaran yang dipertanggungjawabkan dua kali jelas tidak dapat dibenarkan. Salah satu harus dikembalikan,” tegas Subagyo.

Lebih lanjut, sejumlah dokumen pertanggungjawaban yang diserahkan kepada auditor dinilai tidak sah secara administratif. Banyak kuitansi tidak mencantumkan tanggal maupun identitas penerima dana, sehingga menyulitkan proses verifikasi.

Menghadapi potensi penyimpangan yang cukup besar, BPK Papua Tengah berencana melakukan audit investigatif secara menyeluruh dengan berkoordinasi langsung bersama BPK RI Pusat.

“Kami akan menelusuri kembali seluruh pos pengeluaran RSUD Nabire, baik yang berasal dari APBD maupun dana rekanan, untuk memastikan tidak ada lagi pelanggaran,” kata Subagyo.

Sementara itu, Kepala Kantor BPJS Ketenagakerjaan Nabire, Muslika, turut memberikan pernyataan terkait demonstrasi tenaga kesehatan RSUD Nabire yang menuntut hak mereka.

Ia menegaskan bahwa seluruh tagihan layanan kepada peserta BPJS yang mengalami kecelakaan kerja telah dibayarkan langsung ke rekening rumah sakit.

“Setiap tagihan kami proses dan transfer sesuai prosedur. Bukti pembayaran juga sudah kami serahkan kepada manajemen RSUD,” ujar Muslika pada Senin (2/6/2025).

Muslika menambahkan, keterlambatan pembayaran hak tenaga medis merupakan tanggung jawab internal manajemen rumah sakit, bukan BPJS.

Temuan dugaan korupsi ini menambah sorotan publik terhadap tata kelola keuangan di institusi layanan publik. RSUD yang seharusnya menjadi tempat pelayanan kesehatan justru disorot karena indikasi penyelewengan dana. Masyarakat kini menanti langkah tegas aparat penegak hukum dalam mengusut tuntas kasus ini. (dp/nn)

Editor: Salmon Teriraun)

Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di: