Oleh: DEBORA PRINCESS ELIZABETH MANDANG, S.H.
(Mahasiswa Program Studi Magister Hukum Universitas Negeri Manado)
Seiring dengan perkembangan zaman, modern ini banyak perbincangan mengenai aset kripto yang semakin hari semakin besar. Popularitas aset kripto yang meroket ini salah satunya didasari oleh banyaknya sosok berpengaruh di mancanegara yang mempromosikan jenis token pilihannya sebagai investasi masa depan. Keunikan aset kripto kerap kali diberitakan sebagai salah satu faktor yang dapat menghadirkan keuntungan besar bagi para investor. Namun, di balik keuntungan tersebut, terdapat risiko yang patut dipahami secara lebih dalam, baik dari segi Ekonomi, maupun dalam Aspek Hukumnya. Lalu apa itu aset kripto sebenarnya?
Cryptocurrency adalah sebutan untuk mata uang digital yang dapat digunakan untuk transaksi antarpengguna tanpa perlu melewati pihak ketiga. Jika dalam transaksi pada umumnya bank berperan sebagai pihak ketiga, dalam cryptocurrency, tidak ada yang berperan sebagai perantara.
Transaksi cryptocurrency berasal dari jaringan komputer yang menggunakan algoritma perhitungan tertentu. Perhitungan matematis ini disebut cryptography yang menggunakan teknologi blockchain. Bitcoin adalah jenis cryptocurrency pertama dan terbesar.
Secara umum dengan penekanan pada prinsip-prinsip yang berlaku secara internasional dan di Indonesia, aspek Hukumnya dapat diuraikan dari hal-hal sebagai berikut:

- Status Hukum
- Tidak semua negara mengakui cryptocurrency sebagai alat pembayaran yang sah.
- Umumnya dianggap sebagai aset digital atau komoditas yang dapat diperdagangkan.
- Di beberapa negara, crypto bisa diklasifikasikan sebagai sekuritas, tergantung pada jenis dan tujuannya.
- Regulasi di Indonesia
- Diakui sebagai komoditas digital oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI).
- Tidak boleh digunakan sebagai alat pembayaran (karena Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah – UU Mata Uang).
- Perdagangan harus dilakukan melalui pedagang aset kripto yang terdaftar di Bappebti.
- Perlu memenuhi persyaratan AML/CFT (Anti Money Laundering / Countering Financing of Terrorism).
- Perpajakan
- Berlaku ketentuan perpajakan atas transaksi aset kripto:
- PPh Final 0,1% dari nilai transaksi.
- PPN 0,11% dari nilai transaksi (untuk transaksi melalui pedagang resmi).
- Pelaporan pajak dilakukan oleh pedagang aset kripto dan wajib pajak individu/institusi.
- Perlindungan Konsumen
- Pemerintah mengatur:
- Persyaratan teknis keamanan sistem.
- Pengelolaan dana dan aset pelanggan.
- Kewajiban transparansi informasi terhadap pengguna.
- Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Terorisme
- Pedagang aset kripto wajib menerapkan:
- Prosedur KYC (Know Your Customer).
- Pelaporan transaksi mencurigakan ke PPATK.
- Smart Contracts dan Token
- Belum ada pengaturan khusus mengenai smart contract secara eksplisit.
- Token kripto (termasuk NFT) bisa dianggap sebagai aset atau hak digital, tergantung penggunaannya.
- Penegakan Hukum
- Aktivitas yang melibatkan penipuan, skema ponzi, atau penggunaan ilegal crypto bisa ditindak pidana sesuai:
- UU ITE
- KUHP
- UU TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang)
Kesimpulan:
Cryptocurrency merupakan instrumen legal sebagai komoditas di Indonesia, namun tidak sah sebagai alat pembayaran. Regulasi terus berkembang dan menyesuaikan dengan dinamika global. Pelaku usaha wajib mematuhi ketentuan dari Bappebti, OJK, BI, dan Ditjen Pajak. (—)
Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di:
Tinggalkan Balasan