Ambon – Anggota DPRD Provinsi Maluku, Rovik Akbar Afifudin, menyoroti pemangkasan dana transfer dari pemerintah pusat ke Provinsi Maluku yang dinilainya dapat mengganggu stabilitas fiskal daerah.

Menurut Rovik, dana transfer tahun ini berkurang sekitar Rp300 miliar lebih, dari sebelumnya Rp1,6 triliun menjadi sekitar Rp1,3 triliun. Akibatnya, total pendapatan daerah Maluku kini hanya berkisar Rp2,3 triliun, jauh di bawah kebutuhan anggaran ideal sekitar Rp3,1 hingga Rp3,2 triliun per tahun.

“Selisihnya terlalu besar. Secara fiskal ini sangat terbuka dan berbahaya. Pemerintah daerah harus segera mengambil langkah antisipatif,” ujar Rovik di Ambon, Senin (13/10/2025).

Rovik menjelaskan, pemerintah pusat beralasan bahwa sebagian dana tersebut akan dikembalikan melalui berbagai kementerian. Namun, menurutnya, mekanisme ini belum sepenuhnya jelas dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian di tingkat daerah.

“Katanya dana itu dikembalikan lewat kementerian dan tetap turun ke daerah. Tapi tidak terbaca secara utuh ke kementerian mana dan dalam bentuk apa? Apa salahnya kalau langsung dikirim ke pemerintah daerah agar bisa dikelola sendiri. Semangat reformasi kan memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada daerah,” tegas anggota Komisi III DPRD Maluku itu.

Ia menilai, kebijakan pemangkasan dana transfer ini bisa mengancam kemampuan daerah dalam membiayai pelayanan publik dan pembangunan. Dengan porsi belanja pegawai yang sudah menembus Rp1 triliun lebih, Maluku menghadapi keterbatasan serius dalam mendanai infrastruktur dan program pembangunan lainnya.

“Kalau pendapatan tinggal Rp2,3 triliun dan belanja pegawai sudah Rp1 triliun lebih, dari mana kita mau membiayai pembangunan di Maluku? Maka harus ada solusi konkret dari pemerintah pusat,” kata Rovik.

Sebagai langkah alternatif, Rovik mendorong pemerintah pusat untuk memperkuat Dana Alokasi Khusus (DAK) in Mark, yang bisa diarahkan ke berbagai sektor strategis seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pertanian.

“DAK in Mark penting untuk menutup celah fiskal yang ada. Kalau tidak, pemerintah provinsi harus mengambil langkah strategis, walau mungkin tidak populer. Itu perlu dilakukan demi menjawab kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

Rovik menegaskan, DPRD Maluku siap bersinergi dengan pemerintah daerah dan para wakil Maluku di DPR RI guna memperjuangkan aspirasi masyarakat terkait kebijakan ini.

“Kami akan terus melakukan pressure bersama pemerintah provinsi dan wakil Maluku di pusat. Memang pemangkasan ini berlaku nasional, tetapi setiap daerah memiliki tantangan berbeda. Karena itu, pemerintah pusat perlu memberikan perhatian khusus agar daerah seperti Maluku tetap mampu melayani masyarakat dengan baik,” pungkasnya. (ae/pr)