Nabire – Gubernur Papua Tengah, Meki Nawipa, merespons kritik Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian terkait rendahnya realisasi belanja daerah. Meski mengakui adanya keterlambatan, Meki menegaskan bahwa hal tersebut bersifat sementara karena pemerintah daerah sedang menyesuaikan program dengan visi-misi baru.
“Kami akui belanja belum maksimal. Namun, ini karena kami sedang melakukan penyesuaian. Percayalah, dalam 1–2 bulan ke depan, semua akan bergerak cepat,” kata Meki kepada wartawan, Kamis (5/6/2025).
Ia menambahkan, meski menghadapi tantangan di sektor andalan, Papua Tengah tetap mencatat pertumbuhan ekonomi positif. Kondisi ini, menurutnya, menjadi momentum untuk mendorong transformasi ekonomi yang lebih berimbang—tidak hanya mengandalkan tambang, tetapi juga sektor pangan, jasa, dan industri rakyat.
“Kami memiliki data resmi dari BPS, BI, dan Freeport. Semuanya valid. Dari data ini, kami yakin arah pembangunan sudah tepat,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Jakarta (26/5/2025), Mendagri Tito Karnavian menyoroti ketimpangan antara pendapatan dan belanja Papua Tengah. Hingga Mei 2025, realisasi pendapatan APBD provinsi itu mencapai 48% dari target tahunan—tertinggi secara nasional. Namun, realisasi belanjanya hanya 9%.

“Papua Tengah pendapatannya hampir 50%, luar biasa. Tapi yang memprihatinkan, belanjanya baru 9%. Artinya, uang mengendap di bank, tidak menggerakkan ekonomi,” tegas Tito.
Ia secara khusus menyebut nama Meki Nawipa, mendesaknya bertindak cepat. Tito mengingatkan latar belakang Meki sebagai mantan bupati dan lulusan luar negeri yang seharusnya mampu mengoptimalkan belanja daerah.
“Saya tahu Pak Meki orang pintar, pernah sekolah di luar negeri. Tapi ini tugas besar. Jangan hanya kumpulkan uang, tapi tidak dibelanjakan untuk rakyat. Kalau Mei saja belanjanya 9%, bagaimana ekonomi bisa tumbuh?”
Tito menekankan, belanja daerah merupakan instrumen vital untuk mendorong pertumbuhan, mengurangi pengangguran, dan menekan kemiskinan ekstrem serta stunting. Stagnasi belanja, menurutnya, akan menghambat pembangunan.
“Pertumbuhan ekonomi mencerminkan kemajuan daerah. Kalau minus, artinya daerah mundur. Yang miskin semakin miskin,” ucapnya.

Kritik ini juga menjadi peringatan bagi pemerintah daerah lain agar tidak hanya fokus pada pencapaian pendapatan, tetapi juga mempercepat realisasi belanja yang tepat sasaran. Dengan belanja publik yang optimal, diharapkan ekonomi daerah bergerak lebih cepat, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (nn/pr)
Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di:
Tinggalkan Balasan