Saumlaki – Kepala Desa Weratan, Wilson Layan, membantah tuduhan aktivis muda Hans Atjas yang menilai pemerintah desa terlibat dalam praktik perlindungan terhadap nelayan Andon ilegal serta eksploitasi telur ikan terbang di perairan Seira, Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Ia menyebut tuduhan tersebut menyesatkan dan tidak berdasar.
Dalam keterangannya, Wilson menegaskan,.hasil kegiatan pengumpulan telur ikan terbang di wilayah Seira tidak langsung dibagikan kepada masyarakat secara tunai.
Sebaliknya, hasil tersebut dikelola sebagai bagian dari Pendapatan Asli Desa (PAD) untuk mendukung program pemberdayaan masyarakat.
“Kami tidak serta-merta membagikan hasil. Pendapatan dari aktivitas nelayan ini masuk ke PAD dan digunakan untuk insentif RT/RW, lembaga adat, serta berbagai program peningkatan kapasitas ekonomi dan sosial warga,” ujarnya saat ditemui di Saumlaki, Jumat malam (6/6/2025).
Menanggapi tudingan pemerintah justru melindungi nelayan Andon ilegal dari luar daerah, Wilson menegaskan bahwa tuduhan tersebut keliru.

Ia menyebut masyarakat lokal Seira hingga kini belum memiliki armada penangkap telur ikan terbang, sehingga diperlukan dukungan pemerintah untuk memastikan keberlanjutan aktivitas nelayan lokal.
“Pemerintah tidak melindungi nelayan luar. Kami justru menjaga agar nelayan lokal tidak menjadi korban konflik atau intimidasi. Fokus kami adalah perlindungan warga Seira,” tegasnya.
Wilson juga membantah klaim seluruh proses perizinan terhadap aktivitas nelayan Andon dilakukan secara sepihak dan manipulatif.
Ia menyebut, rapat koordinasi pada 24 Mei 2025 di Balai Desa Weratan berlangsung sah dan terbuka. Rapat itu dihadiri lima kepala desa di wilayah Seira, ketua BPD, Camat Wermaktian, Kapolsek Wermaktian, Babinsa, serta sejumlah agen nelayan Andon.
“Semua peserta rapat menandatangani daftar hadir. Ada dokumentasi lengkap. Proses ini terbuka dan melibatkan semua unsur terkait,” katanya.

Menurut Wilson, rapat juga membahas isu-isu sensitif seperti konflik batas wilayah dan kepemilikan pulau, termasuk Pulau Sukler dan Yayaru. Untuk Pulau Yayaru, pihaknya menunggu keputusan hukum dari pengadilan, sedangkan Pulau Sukler telah melalui mekanisme sidang adat.
“Untuk Pulau Sukler, putusan telah diambil pada minggu ketiga bulan lalu dalam sidang adat, dengan melibatkan semua marga yang berkonflik,” paparnya.
Menanggapi pernyataan keras Hans Atjas yang menyebutnya sebagai pengkhianat dan perusak ekosistem laut, Wilson menyayangkan sikap tersebut. Ia menilai pernyataan itu provokatif dan tidak memahami kondisi lapangan secara menyeluruh.
“Kami tidak sedang melindungi pelanggaran, tetapi mencegah konflik horizontal. Kalau situasi ini tidak dikelola, potensi konflik bisa berujung pada bentrokan fisik bahkan pertumpahan darah,” tandasnya.
Wilson mengajak semua pihak, termasuk para aktivis, untuk melihat persoalan ini secara utuh dan memahami realitas sosial yang dihadapi masyarakat pesisir di Seira.
(Reporter: Blasius Naryemin)
(Editor: Salmon Teriraun)
Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di:
Tinggalkan Balasan