
Hingga hari ini, wajah transportasi di Kabupaten Fakfak, Papua Barat, masih menunjukkan dinamika khas wilayah yang tengah bertransisi antara tradisi dan modernitas.
Kehadiran layanan ojek pangkalan tradisional yang tetap eksis berdampingan dengan platform transportasi daring seperti Maxim merupakan potret nyata dari realitas sosial masyarakat Fakfak.
Di tengah gelombang digitalisasi yang menggema ke seluruh penjuru negeri, tidak semua daerah bergerak dalam kecepatan yang sama. Di Fakfak, masih banyak warga, khususnya dari kampung-kampung di pedalaman, yang tidak memiliki perangkat Android untuk mengakses layanan digital. Mereka pun tetap bergantung pada metode konvensional yang dianggap lebih cepat dan praktis.

Hal ini terlihat dari kebiasaan masyarakat yang memilih langsung memberhentikan ojek di pinggir jalan, dibandingkan melalui aplikasi yang memerlukan koneksi internet dan tahapan pemesanan.
Dalam situasi tertentu yang membutuhkan kecepatan, layanan instan seperti ojek pangkalan menjadi pilihan utama. Sebaliknya, meski Maxim menawarkan tarif yang lebih murah, waktu tunggu yang lebih lama dan akses digital yang belum merata membuatnya belum sepenuhnya menjadi solusi utama.

Fenomena ini sejatinya mencerminkan dua hal. Pertama, bahwa transformasi digital di sektor transportasi tidak bisa dilakukan secara seragam tanpa memperhatikan kesiapan infrastruktur dan budaya masyarakat lokal. Kedua, bahwa keberadaan dua sistem transportasi yang berbeda ini bukanlah kompetisi, melainkan bentuk koeksistensi yang saling melengkapi.
Bagi para pengemudi, baik yang mengandalkan pangkalan maupun aplikasi, rezeki tetap dipercaya sebagai urusan Tuhan. Ini mencerminkan sikap legawa dalam menghadapi perubahan, sembari tetap mempertahankan nilai-nilai lokal yang telah mengakar.
Pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lain seharusnya melihat kondisi ini sebagai sinyal perlunya pendekatan yang inklusif dalam membangun ekosistem transportasi yang adil dan adaptif. Penguatan literasi digital, pemerataan akses internet, serta pemberdayaan pengemudi lokal harus menjadi bagian dari strategi pembangunan wilayah, agar transformasi yang terjadi tidak meninggalkan siapa pun di belakang.
Fakfak sedang berada di persimpangan jalan: antara instan dan digital. Kini saatnya memastikan bahwa langkah menuju masa depan dilakukan tanpa menghapus jejak tradisi yang masih relevan. Karena modernisasi sejati bukan soal menggantikan, tetapi mengintegrasikan dengan tetap berpijak pada kebutuhan riil masyarakat. (redaksi)
Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di:
Tinggalkan Balasan