Saumlaki – Kasus hukum yang melibatkan Letkol Galih Perkasa, Dandim 1511 Pulau Moa, mencuat ke publik setelah dirinya dilaporkan oleh Jems Masela, seorang wartawan di Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

Jems Masela menuding Galih Perkasa telah membuat laporan palsu terkait dugaan pemerasan terhadap dirinya di Polres Maluku Barat Daya (MBD).

Laporan polisi dengan nomor B/24/III/RES.1.19/2025/Satreskrim, yang diterima pada Jumat (14/03/2025), diajukan oleh Letkol Galih Perkasa. Dalam laporan tersebut, Jems Masela diduga melakukan pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 368 Ayat (1) dan/atau Pasal 369 Ayat (1) KUHPidana.

Menanggapi laporan tersebut, Jems Masela dengan tegas membantah tuduhan itu dan merasa namanya telah dicemarkan. Ia mengklaim tidak pernah melakukan pemerasan dalam bentuk apa pun dan mengecam laporan yang menurutnya berisi fitnah serta keterangan palsu.

“Saya tidak takut sedikit pun karena saya yakin tidak melakukan hal yang dituduhkan. Jika Letkol Galih Perkasa tidak bisa membuktikan tuduhannya, maka ini jelas merupakan pencemaran nama baik,” ujar Jems Masela.

Lebih lanjut, Jems menegaskan bahwa ia akan melaporkan kasus ini ke Subden POM Saumlaki untuk mengusut lebih lanjut dugaan keterlibatan Letkol Galih Perkasa dalam aktivitas ilegal logging.

Menurutnya, laporan yang dia buat sebelumnya kepada Panglima TNI, KSAD, Pangdam Pattimura, Korem 151/Binaya, hingga Kapolda Maluku terkait dugaan ilegal logging yang melibatkan Letkol Galih Perkasa bisa saja menjadi alasan dirinya dilaporkan balik dengan tuduhan pemerasan.

Jems Masela menyoroti dugaan ilegal logging yang dilakukan oleh Letkol Galih Perkasa melalui anak buahnya. Aktivitas ini disebut-sebut terjadi di kawasan hutan yang berada dalam wilayah hukum Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Kayu hasil pembalakan liar itu diduga diangkut menggunakan kapal Sabuk Nusantara 28 tanpa dilengkapi dokumen resmi dari dinas kehutanan.

“Ketika seseorang merasa terpojok karena dilaporkan ke atasan, mereka bisa saja mencari cara untuk membalas. Mungkin ini yang terjadi dalam kasus saya,” tambah Jems.

Jems juga menyinggung pemahaman hukum Letkol Galih Perkasa yang menurutnya kurang memahami konsep locus delicti atau tempat terjadinya suatu tindak pidana. Ia menantang pihak yang melaporkannya untuk membuktikan di mana tepatnya dugaan pemerasan itu terjadi.

Jika tuduhan terhadapnya tidak dapat dibuktikan, Jems Masela berencana melaporkan Letkol Galih Perkasa kembali ke Panglima TNI, Pangdam Pattimura, dan Danrem 151/Binaya. Ia menekankan pentingnya nilai-nilai dalam Sapta Marga dan delapan wajib TNI-AD dalam menegakkan keadilan.

“Saya akan memastikan ada pembuktian terbalik. Jika saya tidak terbukti bersalah, maka pihak yang menuduh harus siap menghadapi konsekuensi hukum,” tegasnya.

Kasus ini kini menarik perhatian publik, terutama di wilayah Maluku Barat Daya dan Kepulauan Tanimbar. Proses hukum yang berjalan akan menjadi ujian bagi aparat penegak hukum dalam menangani laporan yang melibatkan pejabat militer dan seorang jurnalis. (bn/pr)

Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di: