Manokwari — Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Papua Barat (ORI Papua Barat) terus memperkuat sinergi pengawasan dan pencegahan maladministrasi dalam pelayanan publik di wilayah Papua Barat. Upaya ini diwujudkan melalui kolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk lembaga keagamaan.

Pada Selasa (4/11/2025), Ombudsman Papua Barat menggelar pertemuan bersama Persekutuan Gereja-gereja di Papua (PGGP) di kantor PGGP yang berlokasi di Sowi Gunung, Manokwari. Pertemuan ini dihadiri oleh Sekretaris PGGP, Pdt. Markus Molle, S.Th., M.Mis, beserta sejumlah kepala biro dan staf PGGP.

Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Papua Barat, Amus Atkana, menyampaikan, peran Ombudsman sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan pelayanan publik di seluruh daerah berjalan sesuai dengan prinsip keadilan, transparansi, dan bebas dari praktik maladministrasi.

“Peran Ombudsman pada dasarnya sejalan dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh tokoh agama—baik Kristen, Islam, Hindu, Buddha, dan lainnya—yang mengajak umat untuk berjalan di jalan yang benar dan menjauhi perbuatan yang merugikan sesama,” ujar Amus Atkana.

Dalam pertemuan tersebut, pihak PGGP menyambut positif inisiatif Ombudsman Papua Barat dan menyatakan kesiapan untuk bersinergi dalam membangun sistem pelayanan publik yang bermartabat dan berkeadilan, tidak hanya di Papua Barat, tetapi juga di Tanah Papua pada umumnya.

“Kami menilai ini sebagai langkah positif. Karena itu, PGGP siap menjalin kemitraan dengan Ombudsman Papua Barat dalam semangat mewujudkan pelayanan publik yang baik dan menghormati martabat manusia,” kata Pdt. Markus Molle.

PGGP juga mengusulkan agar kerja sama tersebut dapat diformalkan dalam bentuk nota kesepahaman (MoU) antara PGGP dan Ombudsman Papua Barat sebagai dasar kolaborasi jangka panjang.

Lebih lanjut, Atkana menegaskan pentingnya setiap warga negara memperoleh pelayanan publik yang baik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, khususnya Pasal 4 dan 5, yang menegaskan bahwa setiap masyarakat berhak dan wajib mendapatkan pelayanan sesuai standar yang telah ditetapkan.

“Kami akan terus melibatkan lembaga keagamaan, lembaga adat, dan tokoh masyarakat untuk bersama-sama mengawasi dan mencegah terjadinya maladministrasi. Dengan begitu, pelayanan publik akan semakin baik dan tujuan utama, yakni kesejahteraan masyarakat, dapat benar-benar terwujud,” jelas Amus Atkana. (ori.pb/a.a/pr)

Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di: