Kaimana – Kasus dugaan pelecehan seksual verbal yang melibatkan seorang oknum pejabat di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kaimana, Papua Barat, kembali mencuat ke permukaan.
Kasus ini pertama kali dilaporkan oleh orang tua korban pada Juni 2024, namun seolah “ditelan bumi” tanpa kejelasan progres penyelidikan. Kini, masyarakat kembali mengungkit kasus ini, terutama setelah rencana pemeriksaan terhadap saksi korban yang sedang menempuh pendidikan di luar daerah.

Kapolres Kaimana, melalui Kasat Reskrim AKP Bobby Rahman, menyatakan, pihak kepolisian masih terus mengumpulkan bukti untuk memastikan kebenaran laporan tersebut. Meskipun bukti yang ada dinilai belum cukup, proses penyelidikan tetap berjalan.
“Bukti belum cukup, tetapi kasus ini tetap berjalan,” tegas AKP Bobby Rahman dalam konferensi pers yang digelar baru-baru ini di ruang Reskrim Polres Kaimana.
Kasus ini pertama kali diadukan oleh orang tua korban pada Selasa, 3 Juli 2023. Korban, yang merupakan anak di bawah umur, diduga menjadi sasaran pelecehan seksual verbal oleh oknum pejabat tersebut.


Sejak laporan tersebut diterima, kepolisian telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk delapan orang yang dianggap kunci dalam mengungkap kebenaran kasus ini.
Meskipun kasus ini sempat tenggelam, upaya penyelidikan terus dilakukan oleh pihak kepolisian. Salah satu langkah yang sedang dipersiapkan adalah pemeriksaan terhadap saksi korban yang saat ini sedang menempuh pendidikan di luar daerah. Hal ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih lanjut untuk menguatkan bukti-bukti yang ada.
AKP Bobby Rahman menegaskan, kasus ini ditangani secara serius.
“Kami terus meminta keterangan dari sejumlah saksi, termasuk saksi kunci, untuk memastikan kasus ini dapat diungkap secara tuntas,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menjaga transparansi dan keadilan dalam proses penyelidikan.
Masyarakat Kaimana, terutama para orang tua, menyoroti kasus ini dengan serius. Pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur merupakan tindakan kriminal yang tidak dapat ditoleransi.
Banyak warga yang menuntut keadilan dan transparansi dalam proses hukum, mengingat kasus ini melibatkan oknum pejabat yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat.
Beberapa kelompok masyarakat juga mendesak agar pemerintah daerah dan pihak berwenang memberikan perhatian lebih terhadap kasus ini. Mereka meminta agar tidak ada upaya untuk menutup-nutupi atau mengabaikan laporan yang telah diajukan oleh korban dan keluarganya.
Salah satu tantangan utama dalam kasus ini adalah minimnya bukti fisik yang dapat menguatkan laporan korban. Pelecehan seksual verbal, meskipun memiliki dampak psikologis yang serius, seringkali sulit dibuktikan secara hukum.
Oleh karena itu, kepolisian bergantung pada keterangan saksi-saksi dan upaya untuk mengumpulkan bukti lain yang dapat mendukung proses hukum.
AKP Bobby Rahman mengakui, pengumpulan bukti masih menjadi kendala utama. Namun, ia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menyerah dalam upaya mengungkap kebenaran.
“Kami akan terus bekerja sama dengan semua pihak, termasuk saksi dan korban, untuk memastikan kasus ini dapat diselesaikan dengan adil,” katanya.
Kasus ini menjadi ujian bagi penegakan hukum di Kaimana, terutama dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan pejabat publik. Masyarakat berharap agar proses hukum dapat berjalan tanpa intervensi dan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan bagi korban dan keluarganya.
Di tengah tuntutan masyarakat, kepolisian diharapkan dapat menunjukkan komitmennya untuk menyelesaikan kasus ini secara transparan dan profesional. (tm/pr)
Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di:
Tinggalkan Balasan