Fakfak – Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Fakfak, Papua Barat menegaskan, pungutan retribusi di Pasar Darurat Thumburini di Kelapa Dua menggunakan Peraturan Bupati Nomor 3 tahun 2021.
Itu disampaikan Kepala Disperindag Mohjak Rengen, S.Sos, M.Sda melalui Kepala Bidang Pasar, Zet Sampe Tondok kepada media ini dirunag kerjanya, Selasa (23/7/2024).


“Pungutan retribusi di Pasar Darurat Thumburuni di Kelapa Dua itu adalah bagian dari DPRD Kabupaten Fakfak memberikan sinyal agar segera dilakukan pungutan retribusi terhadap pasar dimaksud,” ujar Zet Tondok.
Sebab menurutnya, untuk memungut retribusi tersebut tidak bisa lagi menggunakan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Fakfak Nomor 2 tahun 2019 tentang Perubahan atas Perda Kabupaten Fakfak Nomor 3 tahun 2011.
“Alasan tidak menggunakan Perda tersebut karena Plaza Pasar Thumburuni sebelum terbakar untuk ruang dagang, tahunannya Rp5 juta sedangkan untuk bulanannya Rp300 ribu,” kata Zet Tondok.




Dalam rangka menciptakan keadilan bagi para pedagang atau penjual maka, kata Zet Tondok, dibuatlah Peraturan Bupati Fakfak Nomor 33 tahun 2021 tentang Penetapan Tarif Retribusi Pelayanan Pasar Darurat Thumburuni.
“Peraturan Bupati atau Perbup ini sebagai dasar atau payung hukum untuk dilakukan pungutan retribusi,” jelasnya.
Di dalam Perbup ini, lanju Zet Tondok, sudah tertera nilai-nilai yang menjadi dasar untuk dilakukan pungutan yang, sebelumnya para pedagang berdialog langsung dengan Bupati Fakfak Untung Tamsil.
“Sehingga dari aspirasi itu, pak Bupati mendengarkan langsung aspirasi para pedagang atau penjual yang ada di Pasar Darurat Thumburuni di Kelapa Dua, jadi menurut saya pak Bupati sudah sangat peduli terhadap apa yang menjadi harapan para pedagang maupun penjual,” kata Zet Tondok.
Lebih lanjut dijelaskannya, dalam proses perhitungan, Disperindag dalam hal ini Bidang Pasar bukan asal menetapkan tarif retribusi, tetapi beberapa hal yang menjadi landasan dalam perhitungan, yaitu terkait dengan Zona Nilai Tanah (ZNT) kemudian luasannya dan bangunannya.
“Nah, ini semua menjadi bagian perhatian untuk ditetapkan tarif retribusi tersebut,” jelasnya.
Lanjutnya, dalam proses perhitungan, seharusnya untuk ruang dagang dikenakan Rp1.736.113, bulanannya Rp104 ribu, namun dibulatkan menjadi Rp100 ribu.
“Namun dari Rp1.736.113 pertahun diturunkan menjadi Rp1.250 ribu per tahun dan untuk perbulannya Rp100 ribu. Kemudian untuk Kios swadaya dikenakan retribusi tahunan sebesar Rp80 ribu dan perbulannya Rp50 ribu, inilah yang diminta oleh para pedagang atau penjual untuk ditetapkan dan Alhamdulillah, Puji Tuhan pak Bupati respon terhadap apa yang diinginkan oleh para pedagang,” jelasnya lagi.
Disperindag, sambung Zet Tondok memastikan pungutan retribusi yang dilaksanakan di Pasar Darurat Thumburun di Kelapa Dua berdasarkan aturan.
“Kami tidak serta merta kemudian melakukan pungutan tanpa sebuah payung hukum, kami bekerja berdasarkan aturan yang ada,” kata Zet Tondok.
Untuk itu kaitan dengan pungutan retribusi, Zet meminta agar jika ada temua-temuan yang dipungut lebih dari pada ketentuan yang ada di dalam Perbup, maka disampaikan ke Disperindag melalui Bidang Pasar, sehingga tidak terjadi bola liar yang terus menerus menyerang Pemerintah Daerah dalam hal ini Bupati.
“Saya garis bawahi bahwa, pak Bupati dia peduli terhadap para pedagang, kemudian saya ingin jelaskan bahwa, terkait dengan perbub ini, kami sudah sempat di RDP dan kami sudah sampaikan, karena ini menjadi pertanyaan DPRD pada saat itu lalu kami mencoba menjawab bahwa melalui Perbup, yang lahir dari dorongan teman-teman di legislatif agar segera dilakukan pungutan retribusi,” tandasnya. (pr)
Tinggalkan Balasan