Saumlaki – Pengusaha Ternama yang juga merupakan orang konglomerat nomor satu di bumi berjuluk Duan Lolat, Edy Santiago yang  dilaporkan di Polres Kepulauan Tanimbar atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat oleh Keluarga Malayat-Layan yang diwakili Cansus Layan, saat ini mengajukan upaya hukum perdata di Pengadilan Negeri Saumlaki.

Saat dikonfirmasi media ini, Cansus Layan menceriterakan secara singkat kronologi dugaan tindak pidana pemalsuan surat yang dilakukan Edy Santiago yang berujung laporan tindak pidana pemalsuan surat di Polres Kepulauan Tanimbar, Tertanggal 9 Oktober 2023.

Menurut keterangan Cansus Layan sengketa kepemilikan tanah yang berlokasi di Jl. Ir. Soekarno tepatnya di depan Kantor BKPSDM antara Keluarga Malayat-Layan dengan Edy Santiago telah terjadi sejak tahun 2008.

Edy Santiago saat itu pernah melaporkan Seter Malayat dan Brixius Malayat di Polres Maluku Tenggara Barat (saat ini Polres Kepulauan Tanimbar) terkait pemblokiran jalan di atas tanah milik Keluarga Malayat-Layan yang diklaim kepemilikan oleh Edy Santiago berdasarkan jual beli.

Namun setelah dilakukan pemeriksaan Edy Santiago tidak dapat membuktikan kepemilikan terkait pembeli yang benar atas tanah tersebut, karena untuk diketahui sebelumnya pada Tahun 2004 (alm) Egidius Malayat orang tua dari Seter Malayat dan Brixius Malayat, pernah menjual tanah kepada Edy Santiago dan menawarkan untuk membeli hingga sampai kedepan jalan yang saat itu masih dalam kondisi pembongkaran belum dilakukan pengaspalan.

Namun Edy Santiago menolak dengan alasan di atas tanah tersebut akan masuk dalam area pembangunan jalan raya, karena tidak jadi membeli sehingga Egidius Malayat menghibahkan kepada anak-anaknya (alm) Maxi Layan dan Paulus D.M. Layan.

Singkatnya Cansus Layan menerangkan dugaan pemalsuan dokumen diketahui ketika mediasi yang dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Tanimbar berdasarkan surat permohonannya untuk pembatalan permohonan sertifikat yang dimohonkan Edi Santiago, Tanggal 16 Februari 2023.

Dimana saat itu yang menjadi mediator Breven Stevani Laukon selaku Kepala Seksi Sengketa, Johan Sampe dan R. Indra Trikusuma.

Setelah mendengar keterangan dari Pihak Keluarga Malayat-Layan dan Edy Santiago ditemukan fakta ada manipulasi atau pemalsuan dokumen penerbitan Surat Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 593/298/II/DO/2010, tanggal 21 Februari 2010, dimana dalam surat tersebut ada tandatangan dari pemilik lahan diantaranya dari Egidius Malayat. Sedangkan faktanya Egidius Malayat sudah meninggal sejak 26 Maret 2006.

“Terhadap bukti permulaan tersebut selanjutnya saya membuat laporan dugaan pemalsuan surat dengan melampirkan surat keterangan kematian Egidius Malayat dari Pemerintah Desa Olilit Raya dan Dari Paroki Hati Kudus Yesus Olilit Barat serta melampirkan foto copy KTP dari (alm) Egidius Malayat yang faktanya tandatangan berbeda dengan surat pelepasan tersebut dan tidak mungkin ditandatangani oleh beliau karena surat tersebut diterbitkan tahun 2010, sedangkan faktanya Egidius telah meninggal sejak 2006,” ujarnya.

Lanjutnya Cansus Layan mengapresiasikan kinerja Polres Kepulauan Tanimbar dalam hal ini Penyidik Satreskrim yang selalu menyampaikan perkembangan penyelidikan laporan tersebut, mulai dari Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penelitian Laporan.

“Tanggal 20 Oktober 2023 hingga Surat Perkembangan Hasil Penyelidikan, Tanggal 2 September 2024, terakhir saya bertemu langsung dengan Kasat Reskrim AKP Handry Dwi Azhary, S,T,K., S.I.K., untuk mengkonfirmasi perkembangan laporan tersebut dan informasi yang saya terima karena laporan terkait pemalsuan dokumen yang berhubungan dengan tandatangan, maka sementara dikoordinasikan dengan laboratorium forensik di Makassar, Sulawesi Selatan,” jelasnya.

Selanjutnya terkait gugatan perdata yang diajukan Edy Santiago atas tanah tersebut yang dijadikan objek sengketa di Pengadilan Negeri Saumlaki dan Cansus Layan ditarik sebagai Tergugat I.

Menanggapi pertanyaan tersebut Cansus Layan menjelaskan menghormati upaya hukum yang dilakukan Edy Santiago untuk mencari keadilan secara keperdataan karena merupakan hak setiap warga negara.

“Namun bagi saya itu merupakan alibi dari Edy Santiago untuk menghindari laporan pidana yang sekarang sementara dalam proses penyelidikan,” kata Cansus Layan.

Terlepas dari masalah tersebut lanjut Cansus Layan, tidak ada seorang pun kebal akan hukum karena setiap orang sama dihadapan hukum, mungkin yang bersangkutan merasa pernah terlepas dari masalah hukum terkait beras oplosan yang dilakukan dengan cara membasmi kutu beras dengan menabur pembasmi hama.

“Saya memang tidak mengikuti perkembangan kasus tersebut, namun untuk diketahui perlindungan konsumen masuk dalam tindak pidana khusus,” pungkasnya.

Seharusnya jika tindakan tersebut tidak memenuhi unsur pidana seharusnya disampaikan bahwa ada rekomendasi dari instansi atau lembaga yang berkompeten dalam bidangnya dalam hal ini BPOM yang menerangkan tindakan membasmi kutu beras dengan menabur pembasmi hama tidak berdampak buruk bagi konsumen yang mengkonsumsi beras tersebut, karena hal tersebut dapat mengedukasi masyarakat.

Selanjutnya sebelum menutupi wawancara Cansus Layan mengutip arti pepatah hukum Belanda yang selalu disampaikan Prof. Dr. JACOB Elfinus Sahetapy, S.H., M.H. “Secepat apapun kebohongan berlari, kebenaran akan mengejarnya”. (bn/pr)

Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di: