Jakarta – Menanggapi peristiwa kekerasan seksual yang menimpa anak perempuan berusia 13 tahun di Surabaya pada senin (22/01/2024) lalu.

Direktur Eksekutif JalaStoria, Ninik Rahayu, mengatakan, Perkumpulan JalaStoria Indonesia turut perihatin dengan peristiwa yang dialami korban di Surabaya.

“Kami sangat perihatin dengan terjadinya kekerasan seksual yang dialami korban di Surabaya. Korban yang seharusnya menikmati masa kecil yang indah, justru menjadi korban kekerasan seksual oleh pihak keluarganya sendiri, terlebih ayah dan kakak kandungnya,” tutur Direktur Eksekutif JalaStoria, Ninik Rahayu, dalam pernyataannya dalam press release, Kamis (25/01/2024).

Ninik mendorong agar aparat penegak hukum menangani kasus ini dengan menggunakan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).

“UU ini telah diundangkan pada Mei 2022 lalu dan telah berlaku sejak diundangkan. Dengan menggunakan UU TPKS, korban kekerasan seksual tidak hanya mendapatkan hak atas keadilan di mata hukum, tetapi juga hak atas penanganan, perlindungan, hingga pemulihan,” ungkapnya dalam press release.

Berdasarkan UU TPKS, korban kekerasan seksual mendapat hak perlindungan meliputi kerahasiaan identitas serta perlindungan dari tindakan merendahkan yang dilakukan oleh aparat yang menangani kasus.

Korban juga mendapatkan perlindungan atas kehilangan pekerjaan, mutasi, pendidikan, hingga akses politik. Pemenuhan hak korban merupakan kewajiban negara, sehingga berbagai pihak termasuk instansi pemerintah yang terkait harus menyediakan layanan sesuai kebutuhan korban agar hak-hak korban terpenuhi.

Ninik juga meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Timur.

“Koordinasi ini sangat penting agar hak-hak korban untuk mendapat pendampingan dan pemulihan selama dan setelah proses hukum tertangani,” pintanya.

KemenPPPA juga diharapkan dapat mengoordinasikan dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar hak restitusi korban dapat dipenuhi.

Sebaliknya, masyarakat perlu mengambil langkah konkrit untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual terutama yang dilakukan oleh anggota keluarga dengan memberikan edukasi mengenai bentuk-bentuk kekerasan seksual.

”Menginformasikan kepada setiap rumah tangga di lingkungannya mengenai bentuk-bentuk kekerasan seksual dan menyerukan untuk melapor apabila mengetahui atau mengalami kekerasan seksual,” ujar Ninik.

Peristiwa kekerasan seksual yang menimpa anak di Surabaya, Jawa Timur itu, dilakukan oleh empat anggota keluarganya sendiri, yaitu ayah kandung, kakak kandung, dan dua orang pamannya. Hal itu diungkapkan oleh Polrestabes Surabaya, Jawa Timur dalam konferensi pers pada Senin (22/1/2024) lalu.

Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Hendro Sukmono mengatakan, korban yang kini berusia 13 tahun mengalami kekerasan seksual sejak usia 9 tahun.

 “Sejak tahun 2020, korban mengatakan mengalami pencabulan dari para pelaku, berawal dari kakak kandung, yang mana saat ia berusia 16 tahun, menyetubuhi korban saat kelas 3 SD,” kata Hendro seperti yang dilansir BBC Indonesia. (jm/pr)