Kaimana – Ketidakpastian masa depan tenaga kontrak daerah di Kabupaten Kaimana semakin menimbulkan keresahan di kalangan pekerja.

Puluhan tenaga kontrak dari berbagai instansi, seperti RSUD, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Damkar, Satpol PP, dan beberapa dinas lainnya, mendatangi kantor Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Kaimana, Rabu (19/2/2024).

Mereka ingin mendapatkan kejelasan mengenai nasib mereka di tengah regulasi baru yang akan diberlakukan pada tahun 2025.

Pemerintah daerah berencana menghentikan seluruh kontrak tenaga kerja honor daerah di setiap OPD pada tahun depan, kecuali bagi mereka yang sedang dalam proses tes CPNS atau PPPK, atau yang sudah lulus tetapi masih menunggu proses Surat Keputusan (SK).

Kondisi ini tentu menjadi pukulan bagi tenaga kontrak yang telah mengabdi bertahun-tahun namun belum mendapatkan kepastian mengenai status mereka.

Menurut Kepala BKPSDM Kabupaten Kaimana, Onna Lawalata, S.P.M.Si, regulasi yang baru akan membuat tenaga kontrak kehilangan status mereka, kecuali yang masuk dalam proses seleksi CPNS atau PPPK.

Ketika ditanya tentang tenaga kontrak yang belum terdaftar dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN), ia mengungkapkan bahwa banyak dari mereka tidak memenuhi syarat administrasi yang ditentukan.

Namun, hal ini justru memperkuat kegelisahan tenaga kontrak. Mereka yang telah lama bekerja tanpa kepastian merasa semakin tidak dihargai.

Selain itu, permasalahan pembayaran upah selama dua bulan terakhir juga masih menjadi tanda tanya besar.

Onna menegaskan bahwa keputusan terkait gaji tenaga kontrak bukan berada di tangan BKPSDM, melainkan merupakan kebijakan Bupati atau pihak yang lebih tinggi.

“Saya tidak bisa berjanji soal upah mereka karena kebijakan bukan ada pada kami, itu ada pada Bupati atau di atas Bupati,” jelas Onna.

Pernyataan ini semakin memperburuk situasi karena hak-hak tenaga kontrak yang telah bekerja keras untuk melayani masyarakat tampak terabaikan.

Meskipun Onna berharap agar hak-hak tenaga kontrak bisa tetap dipenuhi, langkah-langkah yang diambil pemerintah daerah terkesan lamban.

Tidak ada kejelasan konkret bagi mereka yang selama ini berkontribusi dalam sektor pelayanan publik. Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar: jika mereka telah mengabdi selama bertahun-tahun, mengapa hak-hak mereka tidak diperjuangkan dengan serius?

Keputusan untuk menghapus tenaga kontrak daerah seharusnya tidak diambil secara sepihak tanpa memperhitungkan dampaknya terhadap para pekerja.

Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk memberikan solusi yang adil dan memastikan bahwa tenaga kontrak tidak sekadar diberhentikan tanpa alternatif yang jelas. Kebijakan yang ambigu hanya akan semakin memperdalam ketidakpastian dan merugikan para pekerja yang telah berkorban demi pelayanan masyarakat. (tm/pr)

Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di: