Fakfak – Lokakarya II Penerjemahan Alkitab ke dalam Bahasa Iha memasuki hari keempat sejak dibuka pada Senin, 10 Maret 2025, dan akan berlangsung hingga 28 Maret 2025.
Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam memperkaya pemahaman Firman Tuhan dalam bahasa lokal, memperhatikan makna mendalam dari teks asli Kitab Suci.
Pdt. Dr. Ronald Helwelsey, M.Si, selaku Kepala Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Sekolah Tinggi Teologi (STT) GPI Papua, mengangkat contoh menarik dari Injil Lukas 7:23 untuk memperlihatkan kompleksitas penerjemahan teks Alkitab.
Dalam teks Terjemahan Baru LAI (TB-LAI), ayat ini berbunyi: “Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.”
Sementara dalam teks Yunani tertulis: “μακάριος ἐστιν ὃς ἐὰν μὴ σκανδαλισθῇ ἐν ἐμοί.”


Kata kunci yang menjadi perhatian adalah “σκανδαλισθῇ” (skandalisthee), yang diterjemahkan LAI sebagai “kecewa dan menolak Aku.” Terjemahan ini, meskipun kaya makna, menambahkan unsur interpretasi untuk memperjelas maksud ayat. Secara harfiah, kata ini lebih dekat dengan arti “tersandung” atau “kecewa.”
Dalam proses penerjemahan ke Bahasa Iha, tim memilih pendekatan yang lebih harafiah untuk mempertahankan kesederhanaan makna dasar teks asli. Terjemahan dasar ini berbunyi: “Dan yang berbahagia adalah orang yang tidak kecewa karena Aku.”
Dengan dasar ini, tim penerjemah mengalihbahasakan teks tersebut ke dalam Bahasa Iha sebagai: “Kono qotkabrodaweh tomdi ge kohogepteh kotpein ndouskogrik on kan ndin.”
Yang bila diterjemahkan kembali ke Bahasa Indonesia berarti: “Dan berbahagialah orang yang tidak hati kecewa karena Aku.”
Pilihan untuk tetap berpegang pada makna harafiah sangat penting, terutama untuk menjaga keterpahaman dalam struktur kalimat bahasa lokal. Ini membantu masyarakat setempat menerima pesan Injil dengan lebih dekat, tanpa kehilangan esensi spiritual yang terkandung dalam teks asli.
Proses penerjemahan ini tidak lepas dari tantangan. Salah satu catatan penting dari pengalaman kerja tim adalah perlunya keseimbangan antara ketepatan makna dan keterbacaan dalam konteks budaya setempat.
Misalnya, nuansa emosional dalam kata “kecewa” mungkin memiliki ekspresi yang lebih luas dalam budaya Iha, sehingga perlu dicari padanan kata yang paling sesuai.
Pdt. Dr. Ronald Helwelsey mengungkapkan, tim masih akan mengeksplorasi terjemahan lain, termasuk kemungkinan merujuk pada teks TB2-LAI untuk mendapatkan perspektif lebih kaya.
Proses ini menunjukkan betapa pentingnya penerjemahan Alkitab yang tidak hanya akurat secara linguistik, tetapi juga relevan secara budaya.
Dengan semangat kolaborasi dan ketelitian dalam menggali makna Firman Tuhan, Lokakarya II ini menjadi langkah besar dalam memperkuat iman jemaat melalui bahasa ibu mereka sendiri. Diharapkan hasil akhir penerjemahan ini dapat menjadi berkat bagi masyarakat atau komunitas Iha di Fakfak, memperluas pemahaman mereka tentang kasih dan pengajaran Kristus. (st/pr)
Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di:
Tinggalkan Balasan