Saumlaki – Pengusaha Ternama yang juga merupakan orang konglomerat nomor satu di bumi Tanimbar yang berjuluk Duan Lolat Saumlaki Kabupaten Kepulauan Tanimbar Edy Santiago yang dilaporkan di Polres Kepulauan Tanimbar atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat oleh Keluarga Malayat-Layan yang diwakili Cansus Layan, dengan maksud mengajukan upaya hukum perdata di Pengadilan Negeri Saumlaki dengan Nomor Teregister dan nomor Perkara 35/Pdt.G/2024/PN.Sml dari dua surat di atas justru membuka tabir kejahatannya sendiri pada agenda pembuktian surat.
Cansus Layan menjelaskan, agenda pemeriksaan bukti surat tanggal 13 Januari 2025, Edi Santiago sebagai Penggugat melalui Kuasa Hukumnya Pius Batmomolin, S.H mengajukan Bukti Surat P.4 kwitansi pembelian tanah tanggal 21 Juni 2004, tertera tanda tangan atas nama E.Malayat/Lau Futwembun.
“Setelah saya pelajari tandatangan tersebut sama dengan tanda tangan atas nama almarhum Egidius Malayat pada Surat Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 593/298/II/DO/2010 tanggal 21 februari 2010 yang menjadi dasar laporan dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh Edi Santiago, karena berdasarkan fakta bawah Egidius Malayat telah meninggal sejak 26 Maret 2006,” ujar Census Layan kepada wartawan PrimaRakyat.com, Sabtu (8/2/2025).
Menurut Cansus, terhadap bukti P.4 tersebut, dirinya membuat pertemuan Keluarga Malayat-Layan pada tanggal 26 Januari 2025.
“Dalam pertemuan itu, ditemukan fakta paman saya Laurensius Futwembun mengakui pernah menandatangani kwitansi pembelian tanah pada tahun 2004,” kata Census.


Saat itu, cerita Cansus, Egidius Malayat meminta paman Cansus untuk mengantarnya bertemu Edi Santiago dengan tujuan untuk menjual tanah miliknya yang lokasinya terletak di sebelah barat tanah miliknya sekarang menjadi objek sengketa
“Saat disedorkan kwitansi untuk ditandatangani karena Egidius Malayat tangannya gemetar (tremor) sehingga meminta Paman saya untuk menandatangani kwitansi tersebut dengan tertera nama E.Malayat/Lau. Futwembun,” jelasnya.
Namun, lanjut Cansus mejelaskan, untuk Surat Pelepasan Hak Atas Tanah Nomor 593/298/II/DO/2010, tanggal 21 februari 2010 yang menerangkan merevisi Surat Pelepasan Hak Atas Tanah nomor 05/SK-BBA/DS OL/VI/2004.
“Saya tidak pernah menandatanganinya. mendengar keterangan tersebut selanjutnya kami Keluarga Malayat-Layan menyimpulkan tandatangan atas nama E. Malayat pada surat pelepasan tahun 2010, diduga dimanipulasi oleh Edi Santiago atau Pemerintah Desa Olilit Raya yang menerbitkan surat pelepasan tersebut,” tuturnya.
Faktanya, sambung Cansus, Edi Santiago tidak berani untuk membuat surat pelepasan atas tanah yang dibelinya pada Tahun 2006, karena pada tahun itu tanah tersebut telah dikuasai oleh Alm Maxi Layan sejak tahun 2004 yang merupakan hibah dari Egidius Malayat.
“Selain itu faktanya pada tahun 2008 saat penyelesaian sengketa tanah tersebut di Polres Maluku Tenggara Barat sekarang Kepulauan Tanimbar, Edi Santiago tidak dapat membuktikan pembelian tana yang benar atas tanah tersebut, sehingga yang bersangkutan meminta untuk diatur secara kekeluargaan,” terang Cansus
Namun, kata Cansus, dengan otak liciknya yang bersangkutan di duga secara diam-diam bekerja sama dengan pihak lainnya untuk menerbitkan surat pelepasan hak atas tanah tahun 2010 yang merevisi surat pelepasan tanah miliknya tahun 2004 dengan maksud memuat tanah yang disengketakan masuk dalam revisi surat pelepasan hak atas tanah Tahun 2010.
Selain itu ditemukan fakta saat pertemuan keluarga dimaksud, pengakuan Imel Futwembun anak dari Laurensius Futwembun menerangkan, sebelumnya Edi Santiago memanggil ayah.
“Selanjutnya saya mengantar ayah dan bertemu anak mantunya yaitu Sandra yang menunjukan bukti kwitansi dan menyampaikan bahwa ini tandatangan bapa kamu, sehingga jika dipanggil oleh polisi harus mengakui bahwa ini adalah tandatangannya,” kata Census.
Niat Menghindari Tindak Pidana Dengan Mengajukan Upaya Hukum Perdata, Justru Konglomerat Ternama Bumi Duan Membuka Tabir Kejahatannya Sendiri Pada Agenda Pembuktian Surat.
Selanjutnya menutupi wawancara ini Cansus Layan mengharapkan untuk Aparat Penegak Hukum dalam penanganan perkara mengedepankan asas equality before the low, jangan sampai setiap pencari keadilan menemukan keadilan dengan cara:”NO VIRAL NO JUSTICE”. (bn/pr)
Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di:
Tinggalkan Balasan