Saumlaki – Aktivitas penangkapan teripang secara ilegal di perbatasan perairan Indonesia-Australia kembali menjadi sorotan publik, khususnya masyarakat Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku.

Peristiwa ini bahkan menjadi viral di media sosial dan menimbulkan desakan terhadap instansi terkait untuk bertindak tegas.

Hasil investigasi yang dilakukan media ini pada Selasa (21/04/2025) mengungkap dugaan keterlibatan seorang pengusaha ikan, Koko Bony, dalam pembiayaan aktivitas penangkapan teripang di wilayah perbatasan yang seharusnya dilindungi.

Salah satu nahkoda kapal, yang enggan disebutkan namanya, membenarkan bahwa dirinya menerima pendanaan dalam bentuk kebutuhan logistik kapal dan awak untuk menjalankan operasi penangkapan teripang di wilayah tersebut.

“Kami diberi dana puluhan juta rupiah, bukan dalam bentuk uang tunai, tapi dalam bentuk barang-barang seperti beras, minyak, air, dan bahan pokok lainnya. Semua itu untuk bekal pelayaran kami ke perbatasan Australia,” ungkapnya.

Ia juga menjelaskan hasil tangkapan akan dibayar setelah teripang ditimbang. Dari hasil tersebut, sebagian dipotong sebagai ganti dana yang diberikan oleh Koko Bony, dan sisanya dibagi kepada awak kapal.

Melanggar Aturan Internasional

Kegiatan ini jelas bertentangan dengan peraturan perikanan yang berlaku. Berdasarkan kesepakatan antara Indonesia dan Australia, wilayah perbatasan laut, termasuk zona MoU Box, hanya dapat diakses oleh nelayan tradisional Indonesia yang menggunakan kapal layar tanpa mesin dan hanya diperbolehkan menangkap ikan pelagis, bukan biota dasar laut seperti teripang.

Teripang termasuk dalam biota laut yang dilindungi di wilayah dasar laut Australia, dan penangkapannya dianggap sebagai pelanggaran hukum perikanan serta lingkungan hidup.

Wewenang KKP dan Konsekuensi Hukum

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki wewenang untuk mencabut izin usaha perusahaan perikanan yang terbukti melakukan kegiatan ilegal, termasuk penangkapan teripang di wilayah terlarang. Hal ini sesuai dengan:

  • UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, Pasal 73.
  • UU No. 45 Tahun 2009, perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004, Pasal 102 tentang sanksi administratif.

KKP juga bekerja sama dengan Australia Fisheries Management Authority (AFMA) untuk memberikan edukasi kepada nelayan mengenai pentingnya kepatuhan terhadap hukum perikanan dan perlindungan lingkungan laut.

Nelayan yang tertangkap di wilayah tersebut dapat dikenai sanksi berat:

  • Kapal dan hasil tangkapan disita dan dimusnahkan.
  • Denda tinggi dan hukuman penjara.
  • Tidak ada bantuan hukum dari Pemerintah Australia mulai 2025.

Desakan Masyarakat

Melihat pelanggaran serius ini, masyarakat dan berbagai pihak mendesak agar perwakilan Kementerian Perikanan di Tanimbar segera mencabut izin usaha milik Koko Bony. Langkah tegas ini dinilai penting sebagai bentuk penegakan hukum dan perlindungan terhadap ekosistem laut yang semakin terancam. (bn/pr)

Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di: