Fakfak – Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Papua Barat melalui Kepala Bidang Pengadaan Tanah, Muhammad Biarpruga, menekankan pentingnya memperhatikan status kawasan sebelum melaksanakan pembangunan infrastruktur di suatu wilayah.

Menurutnya, sebelum pemerintah daerah memulai pembangunan rumah, fasilitas umum, atau proyek lainnya, perlu dipastikan terlebih dahulu apakah lokasi tersebut berada di dalam kawasan hutan atau termasuk dalam Areal Penggunaan Lain (APL).

Pernyataan ini disampaikan Muhammad Biarpruga acara silaturahmi Idul Fitri di kediamannya, Minggu (30/3/2025).

“Apabila suatu kampung berada di dalam APL, maka pembangunan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat mengajukan sertifikat tanah,” ujar Biarpruga.

Adanya sertifikat tersebut, warga bisa mendapatkan kepastian hukum atas tanahnya dan memanfaatkannya sebagai jaminan untuk mendapatkan modal usaha, misalnya melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Namun, jika sebuah kampung masih berada dalam kawasan hutan, pemerintah daerah harus terlebih dahulu mengeluarkan wilayah tersebut dari status kawasan hutan sebelum melaksanakan pembangunan.

Hal ini penting agar masyarakat dapat menikmati bangunan serta mendapatkan kepastian hak kepemilikan atas tanah yang mereka tempati.

Muhammad Biarpruga juga menegaskan, meskipun pemerintah daerah memiliki wewenang untuk membangun di kawasan hutan, BPN tetap tidak dapat memproses sertifikasi tanah di wilayah tersebut.

Hal ini disebabkan karena BPN hanya memiliki kewenangan di APL, bukan di kawasan hutan. Bahkan, jika suatu kampung memiliki bagian kecil yang masih termasuk kawasan hutan, BPN tetap tidak dapat menerbitkan sertifikat untuk tanah tersebut.

“Kami di BPN hanya bisa bekerja di APL. Kalau ada tanah yang masih termasuk dalam kawasan hutan, meskipun hanya 5 meter, kami tidak bisa memproses sertifikasinya karena itu bertentangan dengan aturan yang berlaku,” jelasnya.

Menurutnya, keberhasilan pembangunan di suatu daerah sangat bergantung pada kejelasan status lahan. Pemerintah daerah diharapkan lebih proaktif dalam menangani persoalan ini dengan terlebih dahulu mengurus perubahan status kawasan hutan menjadi APL sebelum memulai proyek pembangunan.

Lebih lanjut, Muhammad Biarpruga menegaskan, menjaga hutan tetap penting sesuai dengan peraturan negara, tetapi masyarakat tidak boleh terus dibiarkan tinggal dalam kawasan hutan.

Oleh karena itu, pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk mengeluarkan permukiman warga dari kawasan hutan agar mereka dapat memperoleh hak kepemilikan tanah secara sah.

“Jangan sampai kita disebut sebagai ‘orang hutan’ hanya karena tinggal di kawasan hutan. Pemerintah daerah harus memperhatikan hal ini agar masyarakat dapat memiliki tanah secara legal,” tutupnya.

Muhammad Biarpruga berharap pemerintah daerah Fakfak segera mengambil langkah konkret untuk menata wilayahnya agar pembangunan dapat berjalan tanpa hambatan dan masyarakat dapat memperoleh hak atas tanah mereka secara resmi. (st/pr)

Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di: