Fakfak – Kepala Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Fakfak Rendra Santika, SE, MM mengingatkan soal hak kewajiban pajak dalam acara sosialisasi kewajiban perpajakan pengusaha konstruksi di Ruang Arguni Hotel Grand Papua Fakfak, Papua Barat, Senin (29/4/2024).
Dihadapan 37 peserta yang berasal dari Konsultan dan Badan Usaha Jasa Konstruksi yang bernaung di bawah DPD GEPEKNAS Kabupaten Fakfak, Kepala KP2KP Rendra Santika menjelaskan Hak Wajib Pajak secara terperinci mulai dari kelebihan Pembayaran Pajak, Kerahasiaan Wajib Pajak, Permohonan pengangsuran atau penundaan pembayaran pajak, Penundaan Pelaporan SPT Tahunan, Pengurangan PPh Pasal 25, Pembebasan Pajak.
Bahkan mengajukan Keberatan, Banding dan Peninjauan Kembali, Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah, Mendapatkan Insentif Perpajakan.
Dalam hal dilakukan pemeriksaan, pihaknya akan Meminta Surat Perintah Pemeriksaan, Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa, Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan, Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT, Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan
Semenara terkait dengan Kewajiban Pajak Bagi WP Jasa Konstruksi, terdiri dari Jenis Pajak PPh Badan (Untuk WP Badan), sarana melapor SPT Tahunan PPH Badan, batas waktu pembayaran paling lama 30 April tahun berikutnya, batas waktu pelaporan paling lama 30 April tahun berikutnya.
Jenis Pajak PPh orang pribadi (Untuk WP orang pribadi) wajib melapor SPT Tahunan PPh orang pribadi, Dimana batas waktu pembayaran paling lama 31 Maret tahun berikutnya dan batas waktu pelaporan 31 Maret tahun berikutnya.
Jenis Pajak PPh Pasal 21, Pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21, batas waktu pembayaran paling lama 10 bulan berikutnya setelah akhir masa pajak, batas waktu pelaporan paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah akhir masa pajak.
Jenis Pajak PPh Pasal 23/26 PPh Final Pasal 4 (2), Pelaporan SPT Masa Unifikasi, batas waktu pembayaran paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah akhir masa pajak, batas waktu pelaporan paling lama tanggal 20 bulan berikutnya setelah akhir masa pajak.
Jenis Pajak PPN (Bagi PKP), Pelaporan SPT Masa PPN, batas waktu pembyaran paling lama akhir bulan berikutnya setelah akhir masa Pajak, batas waktu pelaporan paling lama akhir bulan berikutnya setelah akhir masa Pajak.
Sedangkan, dokumen yang diperlukan untuk lapor SPT Tahunan OP Usahawan dan Badan, yaitu Pembukaan, yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, kecuali peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp4,8 Miliar, Wajib Pajak Badan diwajibkan membuat Laporan Keuangan untuk Pelaporan SPT Tahunan
Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari 4,8 miliar rupiah dan wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Sanksi Administrasi Berupa Denda SPT Tahunan OP Rp100.000, SPT Tahunan Badan Rp1.000.000, SPT Masa PPN Rp500.000 dan SPT Masa lainnya Rp100.000.
Sanksi Berupa Bunga: SANKSI = Pajak Kurang Bayar X Tarif bunga perbulan X Jumlah Bulan. Besaran sanksi administrasi berupa bunga per bulan mengacu kepada suku bunga acuan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan yang berlaku pada tanggal dimulainya penghitungan sanksi dibagi 12, ditambah uplift factor sesuai tingkat kesalahan Wajib Pajak, maksimal 24 bulan.
Pengenaan Sanksi Administratif Pajak atas, yaitu Kurang Bayar Pembetulan SPT Tahunan atau SPT Masa, Pembayaran/penyetoran pajak yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran/penyetoran pajak atau jatuh tempo pelaporan SPT Tahunan, PPh dalam tahun berjalan tidak/kurang dibayar atau dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung. Tarif Bunga perbulan= Suku bunga acuan + 5 % per 12.
Hal ini mengacu pada Pasal 8 ayat (2) & ayat (2a) Pasal 9 ayat (2a) & ayat (2b) Pasal 14 ayat (3) dan UU Cipta Kerja Pasal 113.
Sanksi Pidana KEALPAAN (Ps 38 UU KUP), yaitu tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,
Didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun
Sanksi Pidana Kesengajaan (Ps 39 UU KUP), yakni tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau PKP, tidak menyampaikan SEPERTI, Menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap
Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 UU KUP, memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain, tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia.
Hal ini dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11) UU KUP dan tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. (pr)
Tinggalkan Balasan