Fakfak – Ratusan tenaga kesehatan (nakes) honorer Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Fakfak, Papua Barat menggelar aksi longmarch menuju Kantor Bupati Fakfak, Senin (17/2/2025).
Aksi yang dipimpin Direktur RSUD Fakfak, dr. Karyani Kastella, sebagai bentuk protes atas ketidakjelasan status mereka setelah pemerintah daerah mengumumkan bahwa tenaga kesehatan honorer tidak lagi dibiayai.
Karyani Kastella menegaskan, tenaga kesehatan honorer adalah bagian penting dalam pelayanan kesehatan di daerah ini.
“Kami harap ada perhatian serius terhadap masalah ini. Mereka adalah tenaga kesehatan yang bekerja di garda terdepan, memberikan layanan kepada masyarakat. Jika mereka dirumahkan tanpa solusi, siapa yang akan melayani pasien?” ujar dr. Karyani.
Setibanya di Kantor Bupati, para tenaga kesehatan berkumpul di depan Kantor Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Fakfak. Mereka menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Kepala BKPSDM Fakfak, Achmad Pelu, antara lain:


Pertama, Kejelasan status tenaga kesehatan honorer yang masih bekerja sejak Januari 2025 namun tidak lolos seleksi CPNS maupun PPPK.
Kedua, Penjelasan terkait nasib tenaga kesehatan honorer yang tidak terdaftar dalam database pemerintah, apakah akan diberhentikan atau tetap bisa bekerja.
Ketiga, Kepastian apakah tenaga kesehatan honorer yang terdaftar di database tetapi tidak lolos seleksi PPPK atau CPNS masih akan menerima gaji.
Keempat, Kejelasan bagi tenaga honorer yang lulus seleksi CPNS atau PPPK namun belum menerima SK penempatan, sementara masih aktif bekerja di RSUD Fakfak.
Para tenaga kesehatan ini berharap pemerintah daerah segera memberikan keputusan agar tidak terjadi kekosongan tenaga medis di RSUD Fakfak.
Jika ratusan tenaga kesehatan benar-benar diberhentikan tanpa solusi, dikhawatirkan akan berdampak pada kualitas layanan kesehatan di wilayah tersebut.
Hingga saat ini, pihak BKPSDM Fakfak belum memberikan pernyataan resmi terkait tuntutan para tenaga kesehatan. Namun, perwakilan tenaga kesehatan menegaskan, mereka akan terus memperjuangkan hak mereka hingga mendapatkan kepastian dari pemerintah.
“Kami hanya ingin kepastian, apakah kami masih bisa bekerja atau harus mencari pekerjaan lain? Jangan sampai pengabdian kami selama ini berakhir tanpa solusi,” ujar salah satu tenaga kesehatan yang ikut dalam aksi.
Masyarakat dan tenaga kesehatan berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan ini, agar pelayanan kesehatan di RSUD Fakfak tetap berjalan optimal.
Kepala BKPSDM, Achmad Pelu menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang yang mengatur tentang tenaga honorer, batas akhir yang ditetapkan adalah Desember 2024.
Oleh karena itu, segala keputusan harus merujuk pada regulasi dari pemerintah, termasuk kebijakan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN) serta Kementerian Dalam Negeri.
“Saat ini, belum ada surat resmi yang menginstruksikan tenaga honorer untuk dirumahkan. Namun, terkait kehadiran tenaga honorer di beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD), terdapat kebijakan berbeda,” ujar Achmad Pelu di hadapan Tenaga Kesehatan Honorer RSUD Fakfak.
Sebagai contoh, di lingkungan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), tenaga honorer tidak diwajibkan masuk kerja jika tidak memiliki uang transportasi.
Kepegawaian merupakan kewenangan pimpinan, dan BKPSDM hanya bertugas menyiapkan Surat Keputusan (SK) sesuai instruksi. Dengan demikian, hingga ada keputusan lebih lanjut dari pimpinan daerah dan pemerintah pusat, status tenaga honorer masih bergantung pada kebijakan yang akan diambil berdasarkan regulasi yang berlaku.
Keputusan akhir mengenai keberlanjutan tenaga honorer masih menunggu arahan lebih lanjut dari pemerintah, sehingga semua pihak diharapkan untuk tetap mengikuti perkembangan kebijakan secara resmi. (pr)
Tinggalkan Balasan