Ambon – Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon resmi menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMP Negeri 9 Ambon untuk periode 2020-2023.

Ketiga tersangka tersebut adalah LP, yang menjabat sebagai kepala sekolah sekaligus Kepala Satuan Kerja (Satker) pengelola dana BOS, serta YP dan ML yang bertugas sebagai bendahara sekolah.

Penetapan status tersangka ini dilakukan setelah penyidik menemukan bukti kuat dalam gelar perkara.

Kepala Kejari Ambon, Adhriyansah, dalam konferensi pers yang digelar, Kamis (27/2/2025), mengungkapkan, salah satu tersangka, LP, bahkan harus dijemput paksa dari rumahnya di kawasan Lateri setelah tiga kali mangkir dari panggilan Kejari.

Proses penjemputan paksa ini dilakukan dengan pengawalan aparat dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD).

Adhriyansah menegaskan, pengawalan oleh anggota TNI-AD dalam upaya penjemputan paksa tersebut telah sesuai dengan aturan yang berlaku.

Investigasi yang dilakukan oleh Kejari Ambon mengungkapkan sejumlah penyimpangan dalam pengelolaan dana BOS periode 2020-2023 di SMP Negeri 9 Ambon.

Di antara penyimpangan tersebut adalah pembayaran honor fiktif untuk Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT), serta kegiatan belajar mengajar yang tidak didukung oleh bukti hukum yang sah. Total kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus ini mencapai Rp1.862.769.063.

Berdasarkan data yang diperoleh, SMP Negeri 9 Ambon menerima alokasi dana BOS sebesar Rp1,4 miliar pada tahun 2020, Rp1,5 miliar pada 2021, Rp1,4 miliar pada 2022, dan Rp1,5 miliar pada 2023. Dana tersebut dikelola langsung oleh LP, YP, dan ML tanpa melibatkan pihak lain dari sekolah, sehingga menimbulkan potensi penyalahgunaan.

Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 jo. Pasal 18 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1), (2), (3) UU yang sama.

Kejari Ambon memutuskan untuk menahan ketiga tersangka di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas III Ambon selama 20 hari.

Penahanan ini dilakukan untuk menghindari risiko para tersangka melarikan diri atau menghilangkan barang bukti yang dapat memperlancar proses penyidikan.

Kasus ini menjadi sorotan publik karena berkaitan langsung dengan dana pendidikan yang seharusnya digunakan untuk kepentingan siswa dan peningkatan kualitas pendidikan.

Kejari Ambon menegaskan bahwa proses hukum akan berjalan secara transparan dan para tersangka akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Adhriyansah juga menyampaikan bahwa pihaknya akan terus mengawasi pengelolaan dana BOS di sekolah-sekolah lain untuk mencegah terjadinya penyimpangan serupa.

“Kami berkomitmen untuk menjaga agar dana pendidikan benar-benar digunakan sesuai dengan tujuannya, yaitu untuk mendukung proses belajar mengajar dan kesejahteraan siswa,” ujarnya.

Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran bagi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan dana pendidikan agar lebih transparan dan akuntabel dalam menjalankan tugasnya. Kejari Ambon juga mengimbau masyarakat untuk turut serta mengawasi penggunaan dana publik demi mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di masa mendatang. (at/pr)

Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di: