Fakfak – Setelah pemungutan dan penghitungan suara Pilkada 27 November 2024, keesekan harinya, Kamis 28 November 2024, pendukung dan simpatisan paslon bupati dan wakil bupati Fakfak Untung Tamsil-Yohana Dina Hindom (Utayoh) berdatangan di Sekretariat pemenangan Utayoh di Mbima Wri Kelurahan Fakfak Selatan Distrik Fakfak Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

Mereka datang membawa barang bukti berupa video dan gambar dugaan money politik atau politik uang sekaligus meminta sebagai saksi Ketika dimintai keterangan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) maupun Mahkamah Konstitusi (MK).

“Saya datang ke sini membawa barang bukti berupa video dan gambar politik uang yang dilakukan oleh kandidat tertentu bersama timnya dan sekaligus saya minta sebagai saksi, ketika diundang hadir dimintai keterangan di Bawaslu maupun MK (Mahkamah Konstitusi),” ujar seorang pendukung Utayoh, yang tidak ingin namanya dipublikasikan kepada media ini usai dimintai keterangan oleh Tim Hukum Utayoh, Jumat (29/11/2024).

Ia mengaku dirinya bersedia sebagai saksi dalam dugaan politik uang lantaran sangat merugikan integritas pemilihan kepala daerah tahun 2024 terlebih khusus paslon pendukungnya.

“Jujur saja dengan adanya diskualifikasi paslon bapak Untung Tamsil dan mama Yohana Dina Hindom oleh KPU Kabupaten Fakfak sangat berdampak sekali terhadap kepercayaan kami pendukungnya,” tuturnya.

Setelah Untung Tamsil-Yohana Hindom kembali sebagai peserta Pemilukada 2024, dirinya merasa senang, namun menjelang Pilkada 27 November 2024 terjadi politik uang.

Menanggapi laporan tersebut, Tim Hukum Utayoh telah melakukan kajian hukum, diawali permintaan keterangan terhadap saksi.

Tim Hukum Utayoh menilai dugaan politik uang bisa berujung panjang. Jika ini terbukti terjadi secara terstruktur, sistematis, dan massif (TSM), akan membatalkan pencalonan pelaku politik uang sesuai dengan UU No 10 Tahun 2016.

Menurut Tim Hukum Utayoh, politik uang merusak proses demokrasi elektoral, dan jika terus dibiarkan mengancam demokrasi secara keseluruhan.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 73 ayat (1) menjelaskan bahwa Calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih.

Sedangkan pada Pasal 73 ayat (2) disebutkan Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

Selain sanksi adminstrasi pembatalan paslon juga bisa dijatuhkan sanksi pidana. Pada Pasal 187 A dijelaskan, Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih.

Menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200.000.000 dan paling banyak Rp1.000.000.000.

“Sanksi yang diberikan sangat berat, hal ini membuktikan bahwa politik uang adalah perbuatan melawan hukum yang luar biasa bagi calon bisa dijatuhkan sanksi administrasi berupa pembatalan sekaligus sanksi pidana,” jelas Tim Hukum Utayoh. (pr)

Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di: