Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan penyuntikan tabung gas LPG subsidi ke tabung non-subsidi.

Kasus ini terjadi di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, serta Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Para tersangka diduga meraup keuntungan ilegal hingga Rp10,18 miliar dari praktik ini.

Direktur Tipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Nunung Syaifuddin, menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik melakukan pemeriksaan terhadap saksi dan barang bukti di tiga lokasi berbeda.

“Penyidik telah melakukan gelar perkara dan menetapkan lima tersangka dalam kasus penyalahgunaan LPG ini,” ujar Nunung dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/3/2025).

Kasus ini pertama kali terungkap dari laporan masyarakat pada tanggal 4 dan 6 Maret 2025. Masyarakat melaporkan dugaan pemindahan isi tabung gas LPG subsidi 3 kilogram ke tabung non-subsidi 12 kilogram. Polisi kemudian melakukan penyelidikan di tiga lokasi, yaitu:

1. Kelurahan Dayeuh, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

2. Desa Cibening, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

3. Desa Kalijambu, Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah.

Dari hasil penyelidikan, polisi mengamankan lima tersangka, yaitu RJ dan K di Bogor, F alias K di Bekasi, serta MK dan MM di Tegal.

Mereka memiliki peran berbeda dalam operasi ilegal ini, mulai dari pemilik usaha hingga pelaku eksekusi penyuntikan gas.

Modus operandi yang digunakan oleh para tersangka adalah membeli tabung LPG subsidi 3 kilogram dalam jumlah besar dari pengecer.

Setelah terkumpul, gas dalam tabung 3 kilogram dipindahkan ke tabung non-subsidi 12 kilogram menggunakan regulator modifikasi dan batu es.

Untuk mengelabui konsumen, tabung yang telah diisi ulang ditimbang, dipasangi segel, dan kode batang (barcode) agar terlihat seperti produk resmi. Namun, isinya sering kali tidak sesuai standar dan bahkan kurang dari kapasitas seharusnya.

“Tabung gas 12 kilogram hasil penyuntikan dijual dengan harga non-subsidi, padahal isinya adalah hasil penyalahgunaan LPG bersubsidi,” jelas Nunung.

Dari praktik ilegal ini, para tersangka mengantongi keuntungan mencapai Rp10,18 miliar. Sementara itu, kerugian negara akibat penyalahgunaan LPG bersubsidi masih dalam proses perhitungan.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Ancaman hukuman maksimalnya adalah 6 tahun penjara dan denda hingga Rp60 miliar.

Selain itu, mereka juga dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu Pasal 8 ayat (1) huruf b dan c juncto Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp2 miliar. (ds/pr)