Fakfak – Pemerintah pusat telah memutuskan untuk memangkas Dana Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp50,59 triliun dalam APBN 2025.

Pemangkasan ini menimbulkan kekhawatiran di berbagai daerah, mengingat TKD merupakan salah satu sumber utama pendanaan bagi pemerintah daerah untuk menjalankan program pembangunan dan layanan publik.

Dana Transfer ke Daerah mencakup beberapa komponen, seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), serta Dana Insentif Daerah (DID).

Pemotongan anggaran ini berpotensi berdampak pada berbagai sektor, termasuk infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial.

Sejumlah pemerintah daerah menyatakan kekhawatiran bahwa pengurangan TKD dapat menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Beberapa daerah yang masih bergantung pada dana transfer dari pusat mungkin menghadapi kendala dalam membiayai program prioritas mereka.

Merespons pemangkasan tersebut, sejumlah pihak mendorong pemerintah daerah untuk lebih kreatif dalam menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Hal ini menjadi trending topik perbincangan hangat di media sosial, setelah media PrimaRakyat.com di edisi 8 Februari 2025 mengangkat topik, “Dana Tranfer ke Daerah Dipotong 50,59 Triliun, Ketua DPD GAPEKNAS Fakfak: Pemda Perlu Gali PAD”

Dari topik yang menarik ini, menjadi masukan dari berbagai pihak, yaitu PrimaRakyat.com di Edisi 12 Februari 2025 kembali mengangkat topik “Marthen Pentury Minta Pemda Restrukturiasi Kebijakan PAD”

Dari dua topik yang menarik ini, masukan dari Samad Rumalolas, salah satu pemerhati Pembangunan Kabupaten Fakfak.

Samad Rumalolas mendorong agar PAD Fakfak Bisa Diperoleh dari Pala. Sebab hal ini menurutnya, Kabupaten Fakfak, Papua Barat, memiliki potensi ekonomi besar dari sektor perkebunan, khususnya komoditas pala.

Rumalolas mengungkapkan, berdasarkan data yang dirilis oleh Dinas Perkebunan Fakfak pada awal tahun 2025, luas lahan pala meningkat menjadi 18.656,26 hektare (HA), bertambah 109,26 HA dari tahun sebelumnya.

Sementara itu, produksi pala juga mengalami kenaikan, mencapai 1.632,7 ton, meningkat 90 ton dibandingkan tahun 2023.

Dari data tersebut, dapat dihitung potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Fakfak yang dapat diperoleh dari pala.

Dengan asumsi perhitungan sebagai berikut; 1 HA pala = 100 Pohon Pala. 1 pohon Pala menghasilkan 1000 buah Pala. 1 Buah Pala harga Rp500.

“Dengan asumsi di atas, maka kita dapat menghitung berapa rupiah yang dihasilkan oleh Pala di Fakfak,” ungkapnya.

Lanjut Rumalolas menjelaskan, total luasan Pala di Fakfak, “Kita pakai asumsi yang lama saja yaitu 12.000 HA. Dengan 12.000 HA, maka menghasilkan pala sebanyak 12.000 HA x 100 pohon Pala x 1000 buah Pala x Rp500 x 2 Kali Panen = Rp1,2 Triliun per tahun,” ungkapnya berasumsi.

Lebih lanjut Rumalolas menjelaskan, dari Rp1,2 Triliun per tahun apabila pajaknya 10 persen, maka PAD dari Pala sebesar Rp120 Miliar per tahun.

“Ini baru dari biji Pala, masih belum dari Bunga, Daging pala sendiri,” jelasnya.

Oleh karena itu, perlu strategi pengembangan industri hilirisasi pala untuk meningkatkan nilai tambah dan pendapatan daerah.

Untuk mengoptimalkan potensi ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu Peningkatan produktivitas melalui peremajaan pohon pala tua dan penggunaan bibit unggul.

Penguatan industri pengolahan agar Fakfak tidak hanya mengekspor bahan mentah, Perbaikan infrastruktur distribusi guna memudahkan akses pasar, Peningkatan daya saing produk melalui sertifikasi dan branding pala Fakfak

Dengan strategi yang tepat, pala bisa menjadi komoditas andalan yang menopang perekonomian daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Fakfak.

Bagaimana menurut Anda? Apakah ada aspek lain yang perlu dikaji lebih dalam? (redaksi)

Dapatkan berita terupdate dari PrimaRakyat.Com di: